KEWENANGAN PENYIDIK POLRI DALAM PEMANGGILAN NOTARIS SEBAGAI SAKSI DALAM PERSPEKTIF KEPASTIAN HUKUM

  • Delfit Universitas Lancang Kuning
  • Yetti Universitas Lancang Kuning
  • Sandra Dewi Universitas Lancang Kuning
Keywords: Penyidik, Notaris, Kepastian Hukum

Abstract

Pasal 66 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ini mengatur bahwa untuk kepentingan proses peradilan, baik penyidik, penuntut umum, maupun hakim dapat mengambil fotokopi minuta akta dan/atau memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuat oleh notaris, tetapi harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Pasal ini bertujuan melindungi notaris dalam menjalankan tugasnya agar tidak sembarangan dipanggil atau diminta dokumen terkait akta yang dibuatnya tanpa prosedur yang jelas. Namun, dalam praktiknya, terdapat masalah terkait dengan norma ini, di mana penyidikan terhadap notaris dapat terganggu atau tertunda karena proses perizinan dari MKN. Beberapa pihak menganggap proses ini bisa memperlambat penyidikan pidana, sementara pihak lain menganggap bahwa hal ini penting untuk melindungi independensi notaris. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaturan  dan kepastian hukum kewenangan penyidik polri memanggil notaris sebagai saksi dalam perkara pidana, untuk menganalisis pengaturan yang ideal  kewenangan penyidik polri  memanggil notaris sebagai saksi dalam perkara pidana. Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa  Pengaturan  dan kepastian hukum kewenangan penyidik polri memanggil notaris sebagai saksi dalam perkara pidana bahwa pemanggilan notaris untuk memberikan keterangan atau menyerahkan protokol notaris dalam perkara pidana harus mendapat persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah (MPD) atau Ketua Pengadilan Negeri. Kehadiran notaris sebagai saksi merupakan sesuatu yang penting terlebih jika MKN telah memberikan persetujuan atas pemeriksaan notaris karena meskipun salinan akta notaris merupakan representasi/perwakilan notaris yang membuatnya artinya dengan penyidik yang telah memegang salinan akta sudah cukup tanpa hadirnya notaris sebagai saksi akan tetapi hadirnya notaris dapat menjadikan semuanya jelas. Arti penting yuridis kehadiran notaris sebagai saksi di persidangan yaitu yang pertama memenuhi kewajiban sebagai warga negara baik dalam profesinya maupun pribadi karena pada dasarnya semua orang harus taat hukum tanpa terkecuali tidak ada yang kebal hukum atau memiliki hak imunitas begitu juga dengan notaris. Pengaturan yang ideal  kewenangan penyidik polri  memanggil notaris sebagai saksi dalam perkara pidana bahwa seharusnya mampu menjawab kebutuhan penegakan hukum secara efektif tanpa mengabaikan perlindungan terhadap notaris. Hal ini dapat dicapai melalui beberapa upaya perbaikan. Pertama, diperlukan sinergi yang lebih baik antara UUJN dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk memastikan prosedur yang lebih cepat dan sederhana tanpa mengurangi akuntabilitas. Kedua, MPD sebagai institusi yang berwenang memberikan persetujuan seharusnya memiliki pedoman operasional yang jelas dan tenggat waktu yang tegas dalam memberikan keputusan, sehingga tidak menghambat proses penyidikan.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, (Tafsir Tematik Terhadap Psl. No. 30 Thn. 2004 Tentang Jabatan Notaris), (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 24
Pricilia Yuliana Kambey, Peran Notaris dalam Proses Peradilan Pidana, Lex et Societatis, Vol. I/No.2/Apr-Jun/2013, hlm. 33
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 9
Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009), hlm. 65.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Shidqi Noer Salsa, Hukum Pengawasan Notaris di Indonesia dan Belanda, (Jakarta: Kencana, 2020), hlm 1
Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm.40
Irawan Arief Firmansyah, dam Sri Endah Wahyuningsih, Peran Notaris Sebagai Saksi Dalam Proses Peradilan Pidana, Jurnal Akta, Vol. 4, No 3, 2017, hlm 381
Fauzan, Muhammad Iqbal, Isis Ikhwansyah, and Nanda A. Lubis. “Keabsahan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Yang Dibuat Oleh Notaris Dalam Kaitannya Dengan Pewarisan Saham Perseroan Terbatas.” Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan Fakultas Hukum Unpad 3, no. 2 (2020): 305–20. http://jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/acta/article/view/229
Suparman Marzuki, Etika Dan Kode Etik Profesi Hukum, 1st ed. (Yogyakarta: FH UII Press, 2017), hlm 41
Ratna Madyastuti, “Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pencegahan Terjadinya Pelanggaran Kewenangan Dan Tugas Jabatan Notaris,” Jurnal Lex Renaissance 5, no. 3 (2020): 711–29, https://doi.org/10.20885/jlr.vol5.iss3.art13
Anton Wahyudi, Rahmida Erliyani, and Mispansyah, “Tanggung Jawab Notaris Pengganti Atas Akta Notaris Yang Dibuat Oleh Notaris Tidak Berwenang Dalam Kewenangan Notaris Pengganti,” Notarius 2, no. 3 (2023): 234–43, https://notarylaw.journal.ulm.ac.id/index.php/nolaj.
Yurist Firdaus Muhammad and Budi Santoso, “Penerapan Sanksi Serta Pengawasan Terhadap Kode Etik Notaris Oleh Dewan Kehormatan,” Notarius 16, no. 2 (2023): 601–12, https://doi.org/10.14710/nts.v16i2.40913
Nurhasan Ismail, Kepastian Hukum dalam Peraturan Perundang-undangan, (Bandung: Mandar Maju, 2010), hlm. 5
Herlina Effendy Bachtiar, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam UUJN No. 30 Tahun 2004, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2008) hlm. 54
Latumenten, Pieter E, Prosedur Hukum Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris Berdasarkan UUJN No.30 tahun 2004, (Bandung: Erresco, 2010), hlm. 94
Himawan Subagio, Analisis Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Notaris dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 dalam Perkara Pidana, (Jakarta: Rajawali, 2007), hlm 36
Pedoman Penulisan Tesis Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Lancang Kuning Tahun 2019
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209).
Hijriah Maulani Nanda Syaputri, Farida Patittingi, Nurfaidah Said, Aspek Hukum Kewajiban Saksi Instrumentair untuk Merahasiakan Isi Akta Notaris, Amanna Gappa, 25(2), (2017), hlm. 25-37.
Rachmat Sutan, Perlindungan Hukum terhadap Notaris Berdasarkan UUJN No. 30 Tahun 2004, (Jakarta:Pustaka Ilmu, 2009), hlm. 45.
R. Soesanto, Tugas, kewajiban, dan hak-hak notaris, wakil notaris (sementara), (Bandung: Pradnya Paramita, 1982), hlm. 55.
Indriani, Kebijakan Hukum Pidana terhadap Pembatasan Kewenangan Penyidikan terhadap Notaris (Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris), Fiat Justisia, 10(1), (2016), hlm. 149-173.
Puspadewi, Analisis Yuridis Nota Kesepahaman Antara Kepolisian Negara Republik Indonesia Dengan Ikatan Notaris Indonesia, Jurnal Hukum Saraswati (JHS), 1(2), (2019), hlm. 252-262.
Zulkarnaen Adinegara (Karrowassidik Bareskrim Polri), Modul Mekanisme Penyidikan Terhadap Notaris Yang Diduga Melakukan Tindak Pidana, yang disampaikan pada acara pelatihan pembekalan anggota bagi Pengurus Wilayah INI se-Indonesia dan pengurus daerah INI se-Jabotabek di Hotel Santika Presmiere Jakarta tanggal 15 Januari 2015.
Ahmad Subagyo, Studi Kelayakan Teori & Aplikasi, (Jakarta: PT. Elex media kompotindo, 2007), hlm. 47.
Hardianto Djanggih & Kamri Ahmad, The Effectiveness of Indonesian National Police Function on Banggai Regency Police Investigation (Investigation Case Study Year 2008-2016), Jurnal Dinamika Hukum, 17(2), (2017), hlm. 152-157.
Achmad Ali, Teori Hukum Dan Teori Pradilan, (Jakarta: Kencana Premadia Group, 2012), hlm. 62.
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum Dan Etika, (Yogyakarta: UII Press, 2009), hlm. 56.
Muhammad Ilham Arisaputra, Kewajiban Notaris Dalam Menjaga Kerahasiaan Akta Dalam Kaitannya dengan Hak Ingkar Notaris, Perspektif, 17(3), (2012), hlm. 173-183.
Dahlan, Kesaksian Notaris terkait Pemalsuan Surat di Bawah Tangan, Kanun: Jurnal Ilmu Hukum, 16 (3), (2014), hlm. 491-506.
Habib Adjie, Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan: Kumpulan Tulisan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 51.
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia: Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 38.
Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016.
Lihat Pasal 38 ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
Nuzuarlita Permata Sari Harahap, Pemanggilan Notaris Oleh Polri Berkaitan Dengan Akta Yang Dibuatnya, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2011), hlm. 64.
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 564.
Luthfan Hadi Darus, Hukum Notariat dan Tanggungjawab Jabatan Notaris, (Yogyakarta: UII Press, 2016), hlm. 2.
H. Salim HS, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), hlm. 21.
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Op.Cit, hlm. 78.
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Op.Cit, hlm. 86.
Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 77.
H. Salim HS, Peraturan Jabatan Notaris, Op.Cit, hlm 24-25
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Op.Cit, hlm. 89.
H. Salim HS, Peraturan Jabatan Notaris, Op.Cit, hlm. 170.
Pasal 69 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
H. Salim HS, Peraturan Jabatan Notaris, Op.Cit, hlm. 171.
Pasal 73 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
H. Salim HS, Peraturan Jabatan Notaris, Op.Cit, hlm. 175.
Pasal 77 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
H. Salim HS, Peraturan Jabatan Notaris, Op.Cit, hlm. 143.
H. Salim HS, Peraturan Jabatan Notaris, Op.Cit, hlm. 177.
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang majelis Kehormatan Notaris.
H. Salim HS, Peraturan Jabatan Notaris, Op.Cit, hlm. 178.
Habib Adjie, Memahami: Majelis Pengawas Notaris (MPN) dan Majelis Kehormatan Notaris (MKN), PT Refika Aditama, Bandung, 2017, hlm. 38-39.
Pasal 27 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris.
Habib Adjie, Memahami: Majelis Pengawas Notaris (MPN) dan Majelis Kehormatan Notaris (MKN), Op.Cit, hlm. 41.
Published
2025-01-06
How to Cite
Delfit, Yetti, & Dewi, S. (2025). KEWENANGAN PENYIDIK POLRI DALAM PEMANGGILAN NOTARIS SEBAGAI SAKSI DALAM PERSPEKTIF KEPASTIAN HUKUM. Collegium Studiosum Journal, 7(2). https://doi.org/10.56301/csj.v7i2.1392