IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

  • R. Nurliatin Universitas Lancang Kuning
  • Sudi Fahmi Universitas Lancang Kuning
  • Ardiansah Universitas Lancang Kuning
Keywords: Implementasi, Pemberdayaan, Komunitas Adat Terpencil

Abstract

Perekonomian Suku Duanu dicirikan dengan ketidakpastian, terutama dalam jumlah hasil tangkapan ikan dan kemampuan membeli kebutuhan pokok dari uang yang dihasilkan. Sektor  pendidikan di kalangan Suku Duanu masih rendah, dengan sebagian kecil yang berhasil mencapai jenjang SMA/SMAK dan masih banyak yang mengalami buta huruf atau putus sekolah. Permasalahan utama yang dihadapi oleh Suku Duanu di Kabupaten Indragiri Hilir terkait dengan isolasi geografis, kesulitan ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, dan perlunya integrasi sosio-kultural dengan masyarakat lain. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis Implementasi, Hambatan dan Upaya Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Komunitas Adat Terpencil. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis, yaitu yaitu pendekatan yang mengintegrasikan ilmu hukum dengan ilmu sosiologi untuk memahami bagaimana hukum berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Implementasi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Komunitas Adat Terpencil adalah belum berjalan sebagaimana mestinya hal ini dikarenakan faktor geografis di Kabupaten Indragiri Hilir, yang memiliki banyak wilayah terpencil dengan akses yang terbatas. Hal ini mengakibatkan kesulitan dalam menjangkau komunitas adat yang berada di daerah-daerah terpencil, sehingga program pemberdayaan yang direncanakan sulit untuk dilaksanakan secara menyeluruh dan tepat sasaran. Selain itu, faktor budaya dan kepercayaan masyarakat adat juga mempengaruhi sejauh mana program pemberdayaan dapat diterima dan diimplementasikan. Masyarakat adat sering kali memiliki cara hidup yang sangat berbeda dengan masyarakat umum, sehingga perlu pendekatan yang sensitif terhadap nilai-nilai adat mereka. Jika program pemberdayaan tidak mempertimbangkan aspek-aspek budaya ini, maka hasilnya mungkin tidak sesuai dengan harapan dan bahkan dapat menimbulkan resistensi dari masyarakat adat itu sendiri. Hambatan dan upayanya adalah hambatan pertama adalah aksesibilitas geografis, wilayah tempat Komunitas Adat Terpencil berada sering kali terpencil dan sulit dijangkau, sehingga menyulitkan distribusi bantuan maupun pelaksanaan program pelatihan. Hambatan kedua adalah keterbatasan anggaran juga menjadi kendala signifikan yang memengaruhi skala dan keberlanjutan program pemberdayaan. Hambatan ketiga adalah minimnya data akurat mengenai jumlah dan kondisi komunitas adat terpencil. Hambatan keempat adalah keterbatasan pengorganisasian dan koordinasi antara lembaga adat dengan pemerintah daerah.  Upayanya adalah upaya pertama adalah pemerintah juga menginisiasi pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan untuk meningkatkan akses ke daerah-daerah terpencil, upaya kedua adalah pemerintah daerah terus berupaya meningkatkan alokasi anggaran melalui koordinasi dengan pemerintah pusat dan memanfaatkan potensi kerja sama dengan pihak swasta. Upaya ketiga adalah Dinas Sosial berupaya melakukan pendataan ulang secara menyeluruh dengan melibatkan masyarakat setempat dan menggunakan teknologi informasi untuk mempermudah prosesnya. Upaya keempat adalah pentingnya membangun hubungan yang lebih erat antara lembaga adat dan instansi pemerintah, melalui pertemuan rutin dan forum komunikasi yang melibatkan tokoh adat, pemerintah, dan masyarakat, guna memastikan bahwa kebutuhan komunitas adat dapat tersampaikan dengan baik dan diprioritaskan dalam perencanaan program pemberdayaan. Sarannya adalah Sebaiknya pembangunan infrastruktur fisik seperti jalan dan jembatan sudah menjadi salah satu upaya penting, pemerintah juga perlu mengembangkan infrastruktur komunikasi dan teknologi informasi. Penyediaan akses internet di daerah-daerah terpencil dapat mempermudah proses komunikasi, koordinasi, dan pelaksanaan program pemberdayaan.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Asshiddiqie, J. (2002). Konsolidasi naskah UUD 1945 setelah perubahan keempat. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Asshiddiqie, J. (2003). Konsolidasi naskah UUD 1945. Jakarta: Penerbit Yarsif Watampoe.

Biantoro, S., Basuki, I. S., Solihin, L., Yogaswara, H., & Afriansyah, A. (Eds.). (2018). Pendidikan kontekstual (masyarakat adat di Indonesia). Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dewi, S. (2015). Pengantar hukum adat. Bandung: CV Pustaka Setia.

Direktorat Pemberdayaan KAT. (2020). Kebijakan teknis program dan anggaran TA 2019.

Huda, N. (2015). Hukum pemerintahan desa dalam konstitusi Indonesia sejak kemerdekaan hingga era reformasi. Malang: Setara Press.

Irawan, A. (2014). Corak hukum adat sebagai pengenal hukum adat. Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto.

Ismi, H. (2012). Pengakuan dan perlindungan hukum hak masyarakat adat atas tanah ulayat dalam upaya pembaharuan hukum nasional. Jurnal Ilmu Hukum, 3(1), 1–22. https://doi.org/10.30652/jih.v3i01.1024

Jamaludin, A. N. (2016). Sosiologi pembangunan. Bandung: Pustaka Setia.

Maryani, D., & Nainggolan, R. R. (2018). Pemberdayaan masyarakat: Penulisan buku literatur IPDN tahun 2018. Sleman Yogyakarta: CV Budi Utama.

Moechthar, O. (2019). Perkembangan hukum waris, praktik penyelesaian sengketa kewarisan di Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group.

Mulyana, N., Nulhaqim, S. A., & Suharto, E. (2019). Indigenous peoples, poverty, and the role of social workers. Asian Social Work Journal, 4(1).

Nasrullah, A. (2016). Sosiologi pembangunan. Bandung: Pustaka Setia.

Nugroho, S. S. (2016). Hukum waris adat Indonesia. Solo: Pustaka Iltizam.

Prasetyo, T. (2012). Hukum pidana. Jakarta: Rajawali Press.

Rahmawati, A. (2011). Pelaksanaan program pemberdayaan komunitas adat terpencil (PKAT) studi pada komunitas Suku Laut di Pulau Bertam – Kota Batam (Tesis, FISIP Universitas Indonesia).

Ridwan, M. (2020). New normal perilaku sehat warga Suku Anak Dalam (Edisi Satu). Yogyakarta: CV Budi Utama.

Salam, S. (2016). Perlindungan hukum masyarakat hukum adat atas hutan adat. Jurnal Hukum Novelty, 7(2).

Sapto, S. (2016). Hukum waris adat Indonesia. Solo: Pustaka Iltizam.

Setiady, T. (2015). Intisari hukum adat Indonesia dalam kajian kepustakaan. Bandung: CV Alfabeta.

Sidiq, R. S. S. (2020). Model pemberdayaan komunitas adat terpencil dalam mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Kepulauan Meranti. Reformasi, 10(2), 217–227. https://doi.org/10.33366/rfr.v10i2.1954

Soekanto, S., & Mamudji, S. (2003). Penelitian hukum normatif: Suatu tinjauan singkat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Suharto, E. (2010). Membangun masyarakat, memberdayakan rakyat: Kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. Bandung: Rafika Aditama.

Supriyadi, Wibowo, G. D. H., & Asmara, G. (2023). Application of the adat principles Barenti ko Syara’, Syara’ Barenti ko Kitabullah in Sumbawa Regency. International Journal of Scientific Research and Management (IJSRM, 11(04), 408–410. https://doi.org/10.18535/ijsrm/v11i04.lla2

Sulastriyono. (2014). Filosofi pengakuan dan penghormatan negara terhadap masyarakat hukum adat di Indonesia. Jurnal Yudisial, 3(3).

Sulastri, D. (2015). Pengantar hukum adat. Bandung: CV Pustaka Setia.

Tolib, S. (2015). Intisari hukum adat Indonesia dalam kajian kepustakaan. Bandung: CV Alfabeta.

Utomo, L. (2016). Hukum adat. Depok: PT Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Warman, K. (2024). Peta perundang-undangan tentang pengakuan hak masyarakat hukum adat. Diakses dari http://procurement-notices.undp.org/view_file.cfm?doc_id=39284 pada 21 November 2024.

Published
2024-12-31
How to Cite
Nurliatin, R., Fahmi, S., & Ardiansah. (2024). IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL. Collegium Studiosum Journal, 7(2), 648-666. https://doi.org/10.56301/csj.v7i2.1443